Sabtu, 06 Agustus 2011

Amanah oh amanah

amanah oh amanah...
awalnya aku ragu dengan amanah ini,,amanah yang mungkin akan membuat orientasiku berbeda,,amanah yang besar yang akan dimintai pertanggungjawabanya kelak,,aku takut tidak bisa menjalankan dengan baik..tapi pada akhirnya aku memberanikan diri untuk mengambil amanah ini..

amanah oh amanah...
hari demi hari kulalui amanah ini,,banyak hal yang tak pernah kulakui sebelumnya, dan harus aku hadapi saat ini,,amanah ku ini harus dijalnkan dengan baik untuk membawa perubahan yang lebih baik dan dengan tim terbaik..

amanah oh amanah...
berbagai karakter individu terlihat didalam amanah ini. disinilah aku belajar bagaimana memahami dan mengerti individu utk dapat bekerja dalam tim. kadang ku merasa ada ketidaksesuaan, perbedaan, bahkan konflik antara tim ini,,tapi inilah warna dalam sebuah amanah

amanah oh amanah..
kadang ku merasa tak pantas dan layak dalam menjalani amanah ini,,tapi mungkin itu hanya bisikan setan agar aku goyah, padahal aku meyakini 'amanah gak akan jatuh ke tangan yang salah',,So,,ketika hal itu terbesit dihati mungkin inilah saat nya aku untuk berusaha menjalankan amanah dengan baik menjadi seorang yang pantas dan layak didalam amanah ini..

amanah oh amanah..
sekarang ku yakin ini yang terbaik dari ALLAH SWT,,mudah2an akau bisa menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya, dan semoga kehadiran aku dalam amanah ini membawa kebermanfaatan,,

amanah oh amanah..
aku merasa aku adalah orang yang beruntung dalam amanah ini.amanah ini membuat ku menjadi seorang pembelajar tentang makna kehidupan, belajar dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu,banyak hal yang ku dapat dari amanah ini,Canda riang tawa benci juga rindu mimpi dan harapan semua tumbuh jadi satu dalam menjalani amanah ini :D

amanah oh amanah
mudah-mudahan aku bisa menjalani ini semua dengan baik. terimakasih ats segala bantuan dari ALLAH,Keluarga,Saudara,Sahabat,Teman,dll.

AMANAH OH AMANAH..
KAN KUGENGGAM AMANAH UNTUK MENDAPAT RAHMAT-Nya,,

NEVER GIVE UP,KEEP SPIRIT n SMILE :D

FAW170790

Jumat, 10 Juni 2011

Donor darah

DONOR DARAH
By: Fallah Adi Wijayanti

Donor darah kalimat yang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Donor darah merupakan perbuatan yang mulia banget deh. kalo dilihat-lihat gak ada negatifnya kalo kita donor darah, ya walaupun ketika ada niat untuk donor darah masih tidak memenuhi syarat jadinya gak bisa ikutan Donor darah
Apa sih Donor Darah itu?
Donor darah merupakan proses dimana penyumbang darah secara suka rela diambil darahnya untuk disimpan di bank darah, dan sewaktu-waktu dapat dipakai pada transfusi darah.
Siapa saja yang bisa Donor Darah?
Orang yang mau mendonor harus memenuhi syarat-syarat yang ada:
1. Harus memenuhi syarat-syarat pendonor : Umur 17 tahun ke atas, Berat Badan min 45kg, suhu tubuh 36,6-37,5 ͦ C, Tekanan darah dalam rentang Sistole 110-160mmHg Diastole = 70-100 mmHg, denyut nadi 50-100x/menit, dan Hemoglobin minimal Wanita=12 atau Pria =12,5.
2. Tidak memilki penyakit menular seperti : HIV/AIDS, hepatitis, Tbc.
3. Tidak sedang menstruasi, tidak sedang hamil atau baru melahirkan
4. Tidak habis operasi
5. Kondisi kesehatan baik, ya tidak memilki riwayat ataupun penyakit yang bahaya.
Kapan Donor Darah bisa dilakukan?
Donor darah bisa dilakukan saat kita memenuhi syarat untuk mendonor dan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan
Dimana kita bisa mendonorkan darah?
Donor darah dapat dilakukan rutin di PMI terdekat, RS, atau sekarang sudah banyak lembaga, organisasi, dan bahkan tempat-tempat umum yang menyelenggarakan donor darah.
Kenapa sih donor darah itu penting?
Donor darah penting banget buat tubuh kita loh, ada beberapa manfaat yang bisa didapat:
1. Mengurangi resiko penyakit jantung
Kadar besi yang ada didalam darah ternyata tidak boleh berlebih karena kalo berlebih bisa membuat rentan terhadap penyakit jantung. Tahukah kalian ternyata zat besi yang berlebihan di dalam darah bisa menyebabkan oksidasi kolesterol. Produk oksidasi tersebut akan menumpuk pada dinding arteri. Penumpukan yang ada bisa menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah sehingga aliran darahnya gak bisa maksimal deh melewati pembuluh darah yang semakin menyempit. Kalo keadaan ini dibiarkan terus menerus bisa menyebabkan penyakit jantung dan stroke. Jadi, Saat kita rutin mendonorkan darah maka jumlah zat besi dalam darah bisa lebih stabil. Ini artinya menurunkan risiko penyakit jantung.
2. Meningkatkan produksi sel darah merah
Sel darah merah penting dalam oksigenasi dan mengangkut sari-sari makanan. Tak perlu panik dengan berkurangnya sel darah merah saat donor karena tubuh akan terpacu untuk memproduksi sel-sel darah baru. Oleh karena itu, donor darah menjadi langkah yang baik untuk menstimulasi pembuatan darah baru.
3. Mendapatkan kesehatan psikologis
Menyumbangkan hal yang tidak ternilai harganya kepada yang membutuhkan. Hal ini juga bisa membuat kita merasakan kepuasan psikologis. Donor darah tidak hanya akan memberikan perasaan yang senang karena dapat membantu sesama, namun bermanfaat positif bagi kesehatan tubuh kita sendiri.
Bagaimana proses dari donor darah?
Orang yang mau mendonor bisa menuju tempat donor darah. Pendonor mengisi formulir, kemudian melakukan pemeriksaan mulai dari cek berat badan, golongan darah, tekanan darah, Hb, dan kondisi umum. Nah kalo kita lolos sesuai syarat yang ada baru deh kita bisa donor. Saat kita donor ada tenaga ahli dan terampil jadi jangan kwatir. Darah yang diambil biasanya sekitar 250-500 cc sesuai dengan kondisi kita juga. Buat yang udah donor biasanya mendapat kartu donor, makanan penambah tenaga, dan obat penambah darah. Kartu donor ini sebagai tanda kalian telah mendonor dan nanti akan ada penghargaan buat yang telah banyak mendonor. Darah kalian yang sudah diambil dibawa ke bank darah. Lanjut deh proses Screaning dan alur penggunaan darah.

Donor darah dilihat dari penjelasan diatas banyak banget manfaat nya ya. Jadi, jangan ragu ketika kalian memang sudah sesuai dengan syarat yang ada untuk segera Donor darah. AYO KITA DONOR DARAH.. setetes darah kita menolong sesama!!

Manajemen Bencana

Manajemen Bencana
Oleh : Fallah Adi Wijayanti, NPM.0806457035
Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

I. Pendahuluan
Indonesia adalah negara tersering mengalami gempa bumi se-Asia Tenggara berdasarkan Natural Disaster Reduction (2007). Hal ini menunjukan Indonesia adalah negara rentan terhadap gempa. Melihat fenomena itu tentu banyak permasalahan fisik, psikologis, spiritual, sosial, dan ekonomi yang terjadi. Manajemen bencana yang cepat perlu dilakukan dalam mengatasi hal yang terjadi karena bencana. Manajemen bencana mencakup interdisiplin, usaha tim kolaborasi, dan jaringan lembaga dan individual untuk mengembangkan perencanaan bencana yang meliputi elemen kebutuhan untuk perencanaan yang efektif. Manajemen bencana memilki beberapa fase, fase dalam manajemen bencana merupakan hal penting yang harus diketahui. Oleh karena itu, pada laporan tugas mandiri ini akan dibahas manajemen bencana dan dikaitkan dengan kasus gempa yang terjadi di padang.

II. Tinjauan Teori
A. Definisi Manajemen Bencana
Bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI). Manajemen bencana adalah proses yang sistematis dimana didalamnya termasuk berbagai macam kegiatan yang memanfaatkan kemampuan dari kebijakan pemerintah, juga kemampuan komunitas dan individu untuk menyeseuaikan diri dalam rangka meminamalisir kerugian.
Tindakan-tindakan tersebut pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengarahan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian yang dapat teraktualisasi dalam bentuk sekumpulan kebijakan dan keputusan administratif maupun aktivitas-aktivitas yang bersifat operasional.
B. Tujuan Manajemen bencana
Tujuan manajemen bencana yang baik adalah:
1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, dan Negara melalui tindakan dini.
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu telah terjadi.
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana. Membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya dapat bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami.
4. Memberi informasi masyarakat danpihak berwenang mengenai resiko.
5. Memperbaiki kondisi sehingga indivudu dan masyarakat dapat mengatasi permasalahan akibat bencana.
C. Fase Pada Manajemen Bencana
Manajemen bencana dapat dibagi menjadi beberapa fase:
1. Fase Mitigasi
Mitigasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengurangi resiko dan potensi kerusakan akibat keadaan darurat. Analisa demografi populasi rentan dan kemampuan komunitas harus dianalisa. Mitigasi mencakup pendidikan kepada publik tindakan untuk menyiapkan bencana pada individu,keluarga,dan komunitas. Dimulai dengan mengidentifikasi hazard potensial yang mempengaruhi operator organisasi.
Indonesia kini tengah menuju mitigasi/tindakan preventif. Mitigasi yang dilakukan adalah dengan pembangunan struktural dan non struktural di daerah rentan gempa dan bencana alam lainnya. Tindakan mitigasi struktural contohnya dengan pemasangan sistem informasi peringatan dini tsunami, yang bekerja setelah terjadi gempa. Mitigasi non struktural adalah penataan ulang tata ruang area rentan bencana.
2. Fase kesiapsiagaan dan pencegahan (Prevention phase)
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan berbagai tindakan untuk meminamalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agara dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka: pengkajian terhadap kerentanan; membuat perencanaan; pengorganisasian; sistem informasi; pengumpulan sumber daya; sistem alarm; mekanisme tindakan; pendidikan dan pelatihan penduduk; gladi resik.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanganan Bencana baik tingkat Nasional dan Daerah telah diusahakan sekeras mungkin. Contohnya pemetaan daerah rawan bencana gempa, regionalisasi daerah bencana gempa, penetapan daerah yang menjadi wilayah basis pencapaian lokasi bencana gempa, serta penetapan daerah lokasi evakuasi saat dilakukan penanganan korban gempa bumi.
3. Fase tindakan (Respon phase)
Fase tindakan merupakan fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Tujuan dari fase tindakan adalah mengontrol dampak negatif dari bencana. Aktivitas yang dilakukan: instruksi pengungsiaan; pencarian dan penyelamatan korban; menjamin keamanan dilokasi bencana; pengkajian terhadap kerugian akibat bencana; pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat; pengiriman dan penyerahan barang material; dan menyediakan tempat pengungsian. Fase tindakan dibagi menjadi fase akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan medis darurat sedangkan fase sub akut terjadi sejak 2-3 minggu.
4. Fase pemulihan
Fase pemulihan merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti kondisi sebelumnnya. Pada fase ini orang-orang mulai melakukan perbaikan darurat tempat tinggal, mulai sekolah atau bekerja, memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
5. Fase Rehabilitasi
Fase Rehabilitasi merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan fungsi fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Keadaannya mengalami perubahan dari sebelum bencana.
D. Pelayanan medis bencana berdasarkan siklus benacana
Pelayanan medis akan berubah dalam menanggulangi setiap siklus bencana
1. Fase Akut pada siklus bencana
Prioritas di lokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman. 3 T (triage, treatment, dan transportation) penting untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin. Pada fase ini juga dilakukan perawatan terhadap mayat.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana
Fase perubahan pada lingkungan tempat tinggal. Pada fase ini harus memperhatikan segi keamanan, membantu terapi kejiwaan korban bencana, membantu kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup dan membangun kembali komunitas sosial
3. Fase tenang pada siklus bencana
Fase tidak terjadi bencana, pada fase ini diperlukan pendidikan penanggulangan bencana saat bencana terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas peralatan pencegahan bencana baik di daerah maupun fasilitas medis, serta membangun sistem jaringan bantuan
E. Peran perawat dalam manajemen bencana
1. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:
a. mengenali instruksi ancaman bahaya;
b. mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
c. melatih penanganan pertama korban bencana.
d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat
2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
a. Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil.
b. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
c. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama.
d. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )
1) Merah --- paling penting, prioritas utama.
keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II
2) Kuning --- penting, prioritas kedua
Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II
3) Hijau --- prioritas ketiga
Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi
4) Hitam --- meninggal
Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
3. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi
4. Peran perawat dalam fase postimpact
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi

III. Analisa Kasus
Dari kasus terlihat kota padang mengalami pergeseran lempeng hindia australia yang menyebabkan gempa bumi tektonik berkekuatan di atas 7 scala Riechter. Pergeseran lempeng hindia ini merupakan sebab gempa bumi yang terjadi karena alam. Oleh karena itu, tindakan penghindaran bencana alam lebih diarahkan pada menghilangkan, atau mengurangi kondisi yang dapat menimbulkan bencana. Kondisi dalam menghilangkan, mengurangi kondisi bencana dengan membuat struktur bangunan yang sesuai untuk kondisi gempa yang dapat bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga dapat menghidari kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan.
Kasus tersebut berada dalam fase tindakan. Fase tindakan dengan adanya kerjasama antara pemerintah kota padang bekerjasama dengan masyarakat dan tim bantuan gempa, menangani korban dan masyarakat. Prioritas pelayanan medis di lokasi bencana adalah pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman. Pelaksanaan 3 T (triage, treatment, dan transportation) penting untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin pada kota Padang. Pendirian RS lapangan juga merupakan dalam fase tindakan karena Rumah sakit M Jamil menderita kerusakan akibat gempa, sehingga bangunan rusak, alat berjatuhan, tidak dapat digunakan.

IV. Penutup
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bencana dapat engakibatkan masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan ekonomi. Manajemen bencana perlu dilakukan secara cepat dalam mengatasi bencana. Manajemen yang dilakukan dapat dilakukan sesuai fase. Manajemen yang cepat dan tepat dapat meminimalisir masalah dan kerugian yang terjadi akibat bencana. Peranan pelayanan medis juga penting dalam manajemen bencana. Perawat memilki peranan dan kontribusi pada setiap fase dalam manajemen bencana. Oleh karena itu, manajemen bencana merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam mengatasi bencana.

V. Referensi
Anneahira. Korban gempa bumi. http://www.anneahira.com/korban-gempa-bumi.htm diunduh pada 2 Mei 2011
Clark, M.J. (1999). Nursing in the community: dimension of community health nursing. 3rd edition. Stamford, Connecticut: Appleton & Lange.
Efendi, F & Makfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nies, M.A & McEwen, M. (2007). Community/public health nursing: promoting the health of population. 4th edition. St.Louis, Missouri: Elselvier.
Palang Merah Indonesia. (2009). Keperawatan bencana.
Science. Manajemen bencana. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-manajemen-bencana/ diunduh pada 2 Mei 2011

.

Rabu, 05 Januari 2011

LUKA BAKAR

Laporan diskusi Kelompok FG 3 (LUKA BAKAR)
Kelas D, Matakuliah : Keperawatan Anak II
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

I. DEFINISI LUKA BAKAR
Luka Bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).

II. ETIOLOGI LUKA BAKAR
Luka bakar disebabkan karena tranfer energi panas dari sebuah sumber energi ke tubuh, dan panas yang diakibatkan menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi setempat pada area yang terkena energi panas tersebut menyebabkan kerusakan protein dan pembuluh darah. Secara garis besar ada lima mekanisme penyebab timbulnya luka bakar, yaitu terutama adalah sebagai berikut:
A. Api: kontak dengan kobaran api.
B. Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
C. Luka bakar kimia: terkena bahan atau zat korosif, seperti alkohol 70%, larutan H2SO4, dan lain-lain.
D. Luka bakar listrik: Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh.
E. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan wajan panas atau knalpot sepeda motor.

III. KlASIFIKASI LUKA BAKAR
A. Derajat luka bakar berdasarkan dalamnya luka bakar :
1. Luka bakar derajat satu : paling ringan, hanya mengenai lapisan kulit terluar. Kulit yang terkena terlihat kemerahan, nyeri, sedikit bengkak tapi tidak ada lepuh. Kulit menjadi berwarna putih jika ditekan. Luka bakar jenis ini sembuh dalam waktu 3 – 6 hari; lapisan kulit superfisial pada daerah yang terkena akan mengelupas dalam waktu 1 – 2 hari.
2. Luka bakar derajat dua : lebih berat, mengenai sampai lapisan kulit yang berikutnya. Terbentuk lepuh, nyeri lebih hebat dan kulit kemerahan serta, bisa nampak berwarna putih sampai merah ceri. Waktu sembuh bervariasi, sangat bergantung pada luasnya luka bakar.
3. Luka bakar derajat tiga : merupakan jenis yang paling berat dan mengenai seluruh lapisan kulit serta jaringan sekitarnya. Permukaan kulit bisa terlihat berlemak, keras dan kasar ataupun hangus. Karena terjadi kerusakan saraf maka pada awal biasanya tidak terasa nyeri atau sedikit nyeri. Waktu untuk penyembuhan sangat tergantung pada luasnya luka. Pada luka bakar derajat dua yang dalam dan derajat tiga (disebut full-thickness) biasanya memerlukan penanganan dokter spesialis bedah plastik untuk tranplantasi kulit dan dikenal sebagai „skin grafts“.

B. Derajat luka bakar berdasarkan beratnya ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2. Kedalaman luka bakar.
3. Anatomi lokasi luka bakar.
4. Umur klien.
5. Riwayat pengobatan yang lalu.
6. Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
a. Parah - critical:
1) Tingkat II : 30% atau lebih.
2) Tingkat III : 10% atau lebih.
3) Tingkat III : pada tangan, kaki dan wajah.
4) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
b. Sedang - moderate:
1) Tingkat II : 15 - 30%
2) Tingkat III : 1 - 10%
c. Ringan - minor:
1) Tingkat II : kurang 15%
2) Tingkat III : kurang 1%

IV. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
A. Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya jaringan dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan cairan, plasma, dan protein akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi kulit yang meningkat sehingga terjadi kekurangan cairan. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan.
B. Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik (suatu keadaan akut abdomen berupa kembung /distensi abdomen, karena usus tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas), tachycardia dantachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.
C. Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.
D. Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.
E. Kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.
F. Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.
G. Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler

Skema mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada anak/orang dewasa dan perpindahan cairan setelah injury thermal.
Dalam 24 jam pertama
Luka Bakar

Meningkatnya permeabilitas kapiler

Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi
ke dalam rongga interstisial :
hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia

Hipovolemik

Syok

Mobilisasi kembali cairan setelah 24 jam
Edema jaringan yang terkena luka bakar


Compartment intravaskular


Hypervolemia, hypokalemia, hypernatremia
V. KOMPLIKASI LUKA BAKAR
luka bakar disebabkan karena tranfer energi panas dari sebuah sumber energi ke tubuh, panas menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi setempat, panas menyebabkan kerusakan protein dan pembuluh darah.
Terdapat tiga zona kerusakan jaringan:
A. Zona koagulasi :
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi Protein) akibat pengaruh panas.
B. Zona Stasis :
Daerah yang berada di luar Zona koagulasi terjdi, pada daerah ini terjadi kerusakan enotel pembuluh darah , trombosit, lekosit, dan gangguan perfusi jaringan, perubahan permeabilitas kapiler.
C. Zona Hiperemi :
Daerah di luar zona stasis dimana terjadi vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi.

Kerusakan pada kulit berhubungan dengan:
1. suhu penyebab luka bakar
2. penyebab
3. lama terbakar
4. jaringan ikat yang terkena
5. lapisan dari struktur kulit yang terkena
Perubahan fungsi kulit normal menyebabkan:
1. penurunan fungsi proteksi
2. kegagalan mengatur temperatur
3. meningkatkan resiko infeksi
4. perubahan fungsi sensori
5. kehilangan cairan
6. kegagalan regenerasi kulit
7. kegagalan fungsi eksresi dan sekresi
Respon sistemik
Perubahan pada fungsi kulit menyebabkan perubahan secara keseluruhan pada sistem tubuh.
Keseimbangan cairan
Mengikuti kejadian luka bakar, terdapat peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan keluarnya plasma dan protein ke jaringan yang menyebabkan terjadinya edema dan kehilangan cairan intravakuler. Kehilangan cairan juga disebabkan karena evaporasi yang meningkat 4 – 15 kali evaporasi pada kulit normal. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan.
Cardiac
Fungsi jantung juga terpengaruh oleh luka bakar diataranya penurunan kardiak output, yang disebabkan karena kehilangan cairan plasma. Perubahan hematologi berat disebabkan kerusakan jaringan dan prubahan pembuluh darah yang terjadi pada luka bakar yang luas. Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan plasma pindah ke ruang interstisial. Dalam 48 jam pertama setelah kejadian, perubahan cairan menyebabkan hypovolemia dan jika tida di tanggulangi dapat menyebabkan pasien jatuh pada shock hypovolemia. Kehilangan cairan intravaskular menyebabkan peningkatan hematokrit dan kerusakan sel darah merah. Luka bakar juga menyebabkan kerusakan pada fungsi dan lama hidup platelet.
Metabolic
Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada pasien dengan luka bakar. Tingkat metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka bakar sampai dengan luka bakar tersebut menutup. Hypermetabolisme juga terjadi karena cidera itu sendiri, intervensi pembedahan, dan respon stress. Katabolisme yang berat juga terjadi yang disebabkan karena keseimbangan nitrogen yang negatif, kehilangan berat badan, dan penurunan penyembuhan luka. Peningkatan katekolamin (epinephrine, norepinephrine) yang disebabkan karena respon terhadap stress. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon yang dapat menyebabkan hyperglikemia.
Gastrointestinal
Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah pembengkakan lambung, ulkus peptkum, dan ileus paralitik. Respon ini disebabkan karena kehilangan cairan, perpindahan cairan, imobilisasim, penurunan motilitas lambung, dan respon terhadap stress.
Renal
Insufisiensi renal akut dapat terjadi yang disebabkan karena hypovolemia dan penurunan kardiak output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnnya pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan glomerular filtration rate. Pada luka bakar yang disebabkan karena listrik dapat meneybabkan kerusakan langsung atau pembentukan myoglobin casts (karena kerusakan otot) yang dapat menyebabkan nekrosis tubular rennal akut
Pulmonary
Efek terhadap paru disebabkan karena menghisap asap. Hyperventilasai biasanya berhubungan dengan luas luka bakar. Peningkatkan ventilasi berhubungan dengan keadaan hypermetabolik, takut, cemas, dan nyeri.
Immune
Dengan adanya kerusakan kulit menyebabkan kehilangan mekansme pertahanan pertama terhadap infksi. Luka bakar luas dapat menyebabkan penurunan IgA, IgG, dan IgM.

VI. Pertolongan pertama pada anak yang terkena luka bakar:
A. Luka terkena air panas, hentikan proses luka bakar, buka pakaian dan perhiasannya, pasang balutan lembab kering
B. Luka bakar api, jatuhkan dan gulingkan badan anak untuk memadamkan api, buka pakaian yang tidak menempel, pasang balutan lembab kering
C. Luka bakar bahan kimia, bilas kulit yang terkenan selama 20 menit dengan air
D. Luka bakar listrik, matikan sumber listrik, lakukan RJP.

Secara sistematik, pertolongan pertama pada anak yang terkena luka bakar dapat dilakukan tindakan 6c, yaitu: clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan.
A. Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
B. Cooling :
1. Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar
2. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi.
3. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.
4. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
C. Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
D. Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial
E. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, karena dapat menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
F. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri. Dapat diberikan penghilang nyeri.
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tana bahaya dari ABC (airway, breathing, Circulation).

VII. Pencegahan luka bakar
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka bakar bagi anak-anak di rumah:
A. dapur
1. Jauhkan anak-anak dari oven dan pemanggang. Ciptakan zona larangan di sekitarnya untuk anak-anak
2. Pegangan teko harus diarahkan ke bagian belakang kompor karena dikhawatirkan anak-anak dapat menarik teko yang berisi air panas
3. Tombol pengatur besar kecilnya api pada kompor harus berada di luar jangkauan anak-anak
4. Jauhkan makanan dan minuman panas dari jangkauan anak-anak. Jangan pernah membawa makanan panas dan minuman panas dengan satu tangan dengan ketika ada anak-anak di sekitar anda
5. Jangan membawa air panas sambil mengendong anak.
6. Cicipi setiap makanan yang akan dihidangkan
7. Singkirkan taplak meja menjuntai ketika di rumah ada anak yang sedang belajar merangkak untuk mencegah cedera akibat luka bakar maupun benda jatuh
8. Jauhkan dan simpan bahan kimia (pemutih, amonia) yang dapat menyebabkan luka bakar kimia.
9. Simpan korek api, lilin jauh dari jangkauan. Jangan pernah biarkan lilin menyala tanpa pengawasan.
10. Beli alat-alat listrik dengan kabel yang pendek dan tidak mudah lepas atau menggantung.
B. Kamar mandi
1. Pastikan termostat pemanas air pada suhu 120°F (48,8°C) atau lebih rendah. Umumnya air panas untuk anak sebaiknya suhunya tidak lebih dari 100°F (37,7°C). Jangan biarkan anak bermain degan keran atau shower.
2. Pasang pengaman untuk air panas di kamar mandi
3. Jangan biarkan anak anda sendiri di kamar mandi yang ada air panasnya.
C. Di setiap ruangan
1. Tutup setiap tempat yang dapat dipakai untuk menusukkan kabel listrik
2. Jauhkan anak dari pemanas ruangan, radiator, tempat yang berapi
3. Jauhi jangkauan anak dari korek api, bahan kimia, lilin, obat nyamuk bakar, rokok, cangkir teh/kopi panas, dan sebagainya
4. Sumber panas lain, seperti radiator, perapian, ataupun tungku yang terjangkau, harus memiliki pelindung yang di letakkan di depannya agar anak tidak dapat memasuki area tersebut.
5. Kabel listrik/kabel alat lektronik yang nampak sudah tua jangan digunakan
6. Tidak memperbolehkan anak bermain dengan kabel listrik atau peralatan listrik lainnya
7. Tiap rumah sebaiknya dilengkapi dengan detector asap yang dipasasang untuk menyiagakan penghuni rumah mengenai adanya api.

VIII. PRINSIP PENANGANAAN LUKA BAKAR
Api masih hidup
Jika api masih hidup penderita diminta berhenti, menjatuhkan diri dan berguling di lantai/ tanah (stop drop roll).
A. Airway: Trauma inhalasi, pasang ET
B. Breathing: Bila terjadi eschar (kulit kaku), lakukan escharektomi, karena menimbulkan sukar nafas. Bila perlu lakukan zebra incision pada tulang iga
C. Circulation. Digunakan formula Baxter dengan larutan ringer lactate, jangan memakai NaCl karena Cl memperberat asidosis.
1. Formula Baxter: 4 cc/24 jam x BB x %Luka Bakar
Cara pemberian: 8 jam pertama 50% (sejak kejadian luka bakar)
16 am kedua 50%
Untuk anak-anak: 2 cc x BB x %Luka Bakar = a cc
a) < 1 tahun : BB x 100 cc
b) 1-3 tahum : BB x 75 cc
c) 3-5 tahun : BB x 50 cc
= b cc
kebutuhan total = a x b, memakai larutan RL:Dextran = 17:3

IX. PERAWATAN LUKA BAKAR
1. Derajat I :
1. Cuci NaCl 500 cc
2. Zalf Bioplasenton untuk mencegah kuman masuk/ infeksi
2. Derajat II
1. Cuci lar savlon 5 cc dalam NaCl 500 cc
2. Sufratul
3. Tutup verband steril tebal, ganti tiap minggu
3. Derajat III
1. Cuci lar savlon 5 cc dalam NaCl 500 cc tiap hari
2. Debridemen tiap hari
3. Escharektomi
4. Ermazin/Burnazin (sulfadiazin) tiap hari
- hari ke-7 dimandikan air biasa, setelah mandi daerah luka didesinfektan sol savlon 1:30
-luka dibuka 3-4 hari jika tidak ada infeksi/jaringan nekrosis
-posisi penderita:
1. ekskremitas sendi yang luka posisi fleksi/ ekstensi maksimal
2. Leher dan muka defleksi, semi fowler (bantal di punggung)
3. Eskaretomi dilakukan bila luka melingkar atau berpotensi penekanan.
Skin graft dilakukan bila:
1. Luka grade II dalam 3 minggu tak sembuh
2. Luka grade 3 eksisi
3. Terdapat granulasi luas (diameter > 3 cm)

X. MEDIKASI LUKA BAKAR
A. Antibiotika (bila < 6 jam) diberikan sefalosporin generasi III
B. Analgetika
C. Antacid (H2 blocker), untuk mencegah stress ulcer
D. ATS/ Toxod
Nutrisi dan Roborantia
A. TKTP diberikan oral secepat mungkin
B. Kebutuhan kalori menurut Formula Curreri :
1. Dewasa = 25 cal/KgBB + 40 cal% Luka Bakar
2. anak = 60 cal/KgBB + 35 cal% Luka Bakar
Roboransia, vit C (setelah 2 minggu), vit b, vit A 10.000 U
Pemeriksaan Laboratorium:
A. Hb, Ht, albumin pada hari I, II, III
B. Elektrolit setiap hari pada minggu I
C. RFT & LFT pada hari ke II dan setiap minggu
D. Kultur kuman hari I, II, III

Lain-lain:
• Bila terjadi Ileus, stop makan/minum, pasang NGT
• Luka Bakar >40%, pasang CVP selama 4 hari, bila sampai 1 minggu ganti kateter
• Oliguri, berikan cairan cukup (CVP normal) dilakukan tes terapi manitol

XI. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
a. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
b. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
c. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
d. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
10. Pemeriksaan diagnostik:
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

B. Diagnosa dan Intervensi
1. Diagnosa yang berhubungan dengan defisit cairan :
a. Diagnosa: Defisit volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.
Tujuan: Klien akan memperlihatkan perbaikan keseimbangan cairan, yang ditandai oleh :
1) Tidak kehausan
2) Mukosa mulut/bibir lembab
3) Output urine : 30-50 cc/jam
4) Sensori baik
Intervensi:
1) Kaji terjadinya hipovolemia tiap 1 jam selama 36 jam. rasional: Perpindahan cairan dapat menyebabkan hipovolemia.
2) Ukur/timbang berat badan setiap hari. rasional: Berat badan merupakan indek yg akurat keseimbangan cairan.
3) Monitor dan dokumentasikan intake dan output setiap jam. rasional: Output urine merupakan pengukuran yg efektif terhadap keberhasilan resusitasi cairan.
4) Berikan replacement cairan dan elektrolit melalui intra vena sesuai program. rasional: Cairan intravena dipergunakan untuk memperbaiki volume cairan.
5) Monitor serum elektrolit dan hematokrit. rasional: Hiperkalemia dan peningkatan hematokrit merupakan hal yang sering terjadi.
b. Diagnosa: Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
Tujuan: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi :
1) Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien. Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
2) Gunakan skort, sarung tangan, masker dan tehnik aseptik ketat selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian. Rasional: Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
3) Ganti balutan dan bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi atau pancuran dengan kepala, pancuran dapat dipegang. Pertahankan suhu air pada 37,80C. Cuci area dengan agen pembersih ringan atau sabun bedah. Rasional: Air melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut (lapisan kulit mati atau jaringan). Sumbernya bervariasi dari kamar mandi atau pancuran. Air mandi mempunyai keuntungan memberi dukungan untuk latihan ekstremitas tetapi dapat meningkatkan kontaminasi silang pada luka. Pancuran meningkatkan inspeksi luka dan mencegah kontaminasi dari debris yang mengapung.
4) Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan forsep. Jangan gaggu lepuh yang utuh bila lebih kecil dari 2 – 3 cm, jangan pengaruhi fungsi sendi dan jangan pajankan luka yang terinfeksi. Rasional: Meningkatkan penyembuhan. Mencegah autokontaminasi. Lepuh yang kecil membantu melindungi kulit dan meningkatkan kecepatan repitelisasi kecuali luka bakar akibat dari kimia (dimana kasus cairan lepuh mengandung zat yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan).
2. Diagnosa yang berhubungan dengan nutrisi

Diagnosa keperawatan rasional
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori, kurangnya asupan kalori, ketidak adekuatan asupan nutrisi, adynamic ileus

Perubahan pola eliminasi bowel: konstipasi/ diare b.d. adynamic ileus, inadekuat asupan nutrisi, pemasangan selang nasogastric Klien dengan luka bakar menjadi hipermetabolik, membutuhkan peningkatan asupan kalori untuk menjaga status nutrisinya


Perubahan eliminasi berubah dikarenakan perubahan pola asupan makanan dan juga jika memang memasang NGT maka akan terjadi perubahan yang jelas
Tujuan :
anak akan mendapatkan/ mempertahankan nutrisi yang adekuat; akan memiliki pola bowel yang rutin dan normal seperti sebelumnya
Implementation :
4. Pemasangan NGT, mengarah pada kebutuhan anak untuk intubasi NGT atau tidak
5. Memeriksa berat badan anak tiap hari atau sering jika memang diperlukan
6. Pantau asupan dan luaran
7. Auskultasi bising usus tiap 4 jam
8. Kaji terus menerus status nutrisi anak
9. Monitor evakuasi bowel untuk konstipasi atau diare
Intervensi :
• Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif
R: Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar
• Pertahankan jumlah kalori tetap, timbang BB tiap hari
R: pedoman tepat untuk pemasukankalori tepat. Sesuai dengan penyembuhan luka, persentase area luka bakar untuk menghitung entuk diet yang diberikan.
• Awasi massa otot/lemak subkutan sesuai indikasi
R: mungkin berguna untuk memperkirakan perbaikan tubuh/kehilangan dan keefektifan terapi.
• Berikan makan dan makanan kecil sedikit tapi sering
R: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
• Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai
R: memberikan rasa control, dapat memperbaiki pemasukan.
• Berikan kebersihan oral sebelum makan
R: mulut/palatum bersih meningkatkan rasa dan membantu nafsu makan.
• Kolaborasi untuk pemberian diet TKTP
R: kalori, protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic, mempertahankan BB dan mendorong regenerasi jaringan.

XII. KESEIMBANGAN CAIRAN, DAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN
A. Keseimbangan Cairan
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan tubuh terdiri dari cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh
tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri
dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan
transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler,
cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler
adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan
sekresi saluran cerna.
Cairan intraseleluer menyusun hampir 2/3 dari total cairan yang ada didalam tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler sisanya yakni 1/3 dari total cairan yang ada didalam cairan tubuh. Untuk menghitung jumlah cairan (air) yang ada didalam tubuh, dapat menggunakan rumus dibawah ini:
Total Body Water:
• Anak-anak dan dewasa: 0,6 x berat badan (kg)
• Neonatus dan Infant : 0,78 x berat badan (kg)

Proporsi cairan pada berbagai usia
Jenis Bayi Baru Lahir Usia 3 Bulan Dewasa Lansia
Cairan intraseluler 40% 40% 40% 27%
Cairan
ekstraseluler Plasma (ekstravaskuler) 5% 5% 5% 7%
Interstitial 35% 25% 15% 18%
Total Cairan 80% 70% 60% 52%

Kebutuhan air dan elektrolit per hari
Pada anak dan bayi :
Air : 0-10 kg : 100 ml/kg/hr
10-20 kg : 1000 ml/kg + 50 ml/kg diatas 10 kg/hr
> 20 kg : 1500 ml/kg + 20 ml/kg diatas 20 kg/hr
Na : 3 Meq/kg/hr2
K : 2,5 Meq/kg/hr2

B. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
1. Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim :
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet :
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi
tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum
albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan
dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4. Stress :
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen
otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5. Kondisi Sakit :
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh Misalnya :
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake
6. Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan kekurangan volume cairan
• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan atau edema
• Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema
Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :
• Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )
• Hiperventilasi
• Suhu lingkungan tinggi
• Aktivitas ekstrim
• Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )
Kebutuhan menurun pada :
• Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
• Kelembaban sangat tinggi
• Oligouri atau anuria
• Aktivitas menurun / tidak beraktivitas
• Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )

C. Gangguan keseimbangan cairan
Kehilangan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang mengakibatkan dehidrasi, misalnya pada keadaan gastroenteritis, demam tinggi, pembedahan, luka bakar, dan penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak seimbang.
1. Dehidrasi
Adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi keduanya.
Dehidrasi dibedakan atas :
• Dehidrasi hipotonik
o Kadar Na < 130 mmol/L
o Osmolaritas < 275 mOsm/L
o Letargi, kadang-kadang kejang
• Dehidrasi isotonik
o Na dan osmolaritas serum normal
• Dehidrasi hipertonik
o Na > 150 mmol/L
o Osmolaritas > 295 mOsm/L
o Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang

2. Kehilangan cairan melalui diare
a. Kehilangan Na menyebabkan hipovolemia
b. Kehilangan H20 menyebabkan dehidrasi
c. Kehilangan HCO3 menyebabkan asidosis metabolik
d. Kehilangan K menyebabkan hipokalemi
3. Kehilangan cairan melalui muntah
a. Hipokloremi
b. Hipokalemi
c. Alkalosis metabolic
d.Gangguan keseimbangan air dan Na
4. Kelebihan Cairan (hypervolemia)
Hypervolemia terjadi karena adanya gangguan mekanisme homestatis proses regulasi keseimbangan cairan. Hipervolemia disebabkan karena pemberian asupan natrium yang terlalu besar, pemberian infuse natrium yang terlalu cepat dan banyak, penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, dan kelebihan steroid.
5. Hyponatremia (Na < 135 mEq/L, osmolalitas serum <280 mOsm/kg)
Penyebab hyponatremia: penyakit ginjal, insufisiensi, kehilangan melalui gastrointestinal, pengeluaran keringat meningkat, pengeluaran diuretic (terutama disertai dengan diet rendah natrium,asidosi metabolic.
6. Hypernatremia (Na >145 mEq/L [145 mmol/l])
Hipernatremia mengindikasikan kehilangan volume intrasel dan hilangnya air dengan kehilangan natrium berlebihan dari intrasel. Penyebab hipernatremia: Kehilangan air Intake air, kurang Intake natrium berlebihan, Diare, Muntah, Keringat berlebihan, Diuresis, Diabetes insipidus Kehausan, Gangguan saluran cerna Intake garam, Cairan garam hipertonik, Natrium bicarbonate
7. Hypokalemia (kalium serum <3 mEq/L)
Hipokelamia terjadi karena; penggunaan diuretic yang dapat membuang kalium, diare (muntah-muntah atau kehilangan cairan melalui sitem gastrointestinal), alkalosis, poliuria.
8. Hyperkalemia (Kalium serum > 5,3 mEq/L)
Peningkatan k extracell oleh karena : gagal ginjal, dehidrasi hipertonik, erusakan seluler yang parah, seperti akibat luka bakar dan trauma, insufisiensi adrenal, asidosis, infuse darah berlangusng cepat, penggunaan diuretic yang mempertahankan kalium.
9. Hypokalsemia > penurunan ca extracell (Kalsium <4,3 mEq/L)
Hipokalsemia dapat disebabkan oleh; pemberian darah mengandung sitrat dengan cepat, hipoalbumimenia, hipoparatiriodisme, defisiensi vitamin D,pancreatitis.
10. Hypercalcemia > peningkatan ca extrecell (kalsium > 5 mEq/L)
Terjadi karena : Hiperparatiriodisme, metatasme tumor tulang, penyakit paget, osteoporosis, dan imobilitas yang lama.

Rabu, 10 Februari 2010

Karakteristik Feses Normal dan Abnormal

Karakteristik Feses Normal dan Abnormal

Oleh: Fallah Adi Wijayanti, NPM.0806457035

Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

I. Pendahuluan

Masalah feses merupakan pengetahuan penting yang belum banyak diketahui. Kondisi feses merupakan indikator yang baik bagi sehat tidaknya seseorang. Observasi karakteristik feces dapat menghasilkan data yang sangat akurat mengenai kondisi apa yang sedang terjadi di dalam usus, dan status kesehatan seseorang.Oleh karena itu, pada laporan tugas mandiri ini akan dibahas tentang karakteristik fese normal dan abnormal. Laporan tugas mandiri ini dibuat dengan melakukan studi pustaka dan mengunduh di internet.

II. Pembahasan

Observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL

Karakteristik

Normal

Abnormal

Kemungkinan penyebab

Warna

Dewasa : kecoklatan

Bayi : kekuningan

Pekat / putih

Adanya pigmen empedu, pemeriksaan diagnostik menggunakan barium

Hitam

Perdarahan bagian atas GI

Merah

Terjadi Hemoroid, perdarahan

Bagian bawah GI (spt. Rektum),

Makan bit.

Pucat dengan lemak

Malabsorbsi lemak; diet tinggi susu dan produk susu dan rendah daging.

Orange atau hijau

Infeksi usus

Lendir darah

Darah pada feses dan infeksi

Konsistensi

Berbentuk, lunak, agak cair / lembek, basah.

Keras, kering

Dehidrasi, penurunan motilitas usus akibat kurangnya serat, kurang latihan, gangguan emosi dan laksantif abuse>>konstipasi

Cair

Peningkatan motilitas usus (mis. akibat iritasi kolon oleh bakteri)>>diare, kekurangan absorpsi

Bentuk

Silinder (bentuk rektum)

Mengecil, bentuk pensil atau seperti benang

Kondisi obstruksi rectum

Jumlah

Tergantung diet (100 – 400 gr/hari)

Bau

Aromatik : dipenga-ruhi oleh makanan yang dimakan dan flora bakteri.

Tajam, pedas

Sumber bau tak enak yang keras, berasal dari senyawa indole, skatol, hydrogen sulfide dan amine, diproduksi oleh pembusukan protein oleh bakteri perusak atau pembusuk. Bau menusuk hidung tanda terjadinya peningkatan kegiatan bacteria yang tidak kita kehendaki.

Unsur pokok

Sejumlah kecil bagian kasar makanan yg tdk dicerna, potongan bak-teri yang mati, sel epitel, lemak, protein, unsur-unsur kering cairan pencernaan (pigmen empedu dll)

Pus

Mukus

Parasit

Darah

Lemak dalam jumlah besar

Benda asing

Infeksi bakteri

Kondisi peradangan

Perdarahan gastrointestinal

Malabsorbsi

Salah makan

Frekuensi

Lebih dari 6X dalam sehari

Kurang dari sekali semniggu

Hipomotility

Hipermotility

Warna, konsistensi, bentuk, jumlah, bau, dan unsur pokok dari feses seseorang dapat memberikan banyak informasi mengenai kondisi usus. Adanya penyimpangan dari flora usus dapat dideteksi secara sederhana bila penampakan feces memperlihatkan terjadinya deviasi dari kondisi feces normal dari seseorang yang kondisinya sehat.

III. Penutupan

Dari pembahasan di atas dapat dilihat perbedaan karakteristik feses yang normal dan abnormal. Karakeristik feses yang normal dan abnormal dapat dilihat dari warna, konsistensi, bentuk, jumlah, bau, dan unsur pokok. Karakteristik tersebut dapat dijadikan data dalam mengetahui kondisi yang terjadi dengan seseorang. Oleh karena itu, Karakteristik feses harus diketahui dengan baik agar dapat mengetahui kondisi seseorang.

IV. Daftar Pustaka

Medfriendly. Feces. http://www.medfriendly.com/feces.html diunduh pada 05 Februari 2010.

Perry&Potter, (2003). Basic nursing essentsial for practice. Sixth edition. Mosby: USA.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and practice. Sixth Edition. St. Louis : Mosby.

Trisa, Cholina. kebutuhan dasar manusia eliminasi b.a.b . http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-cholina.pdf diunduh pada 05 Februari 2010.

Winarno. Kondisi feses merefleksi status kesehatan anda. http://mbrio-food.com/article10.htm diunduh pada 05 Februari 2010.

Body Image

Body Image

By: Fallah Adi Wijayanti, NPM.0806457035

Student Faculty of Nursing Universitas Indonesia

I. Orientation

The concept of one’s body is central to the concept of self. The body is the most material and visible part of the self, and although it does not account for one’s entire sense of self, it remains a lifelong anchor for self-awareness. Humans are unique creatures that have the different body image. The human body is the selfs physical manifestation. A person’s attitude toward the body may mirror important aspect of identity. Therefore, in this task will explain about body image. This task is made with literature study and downloaded from the Internet.

II. Body

Body image is the sum of the conscious and unconscious attitudes a person has toward one’s own body. It includes present and past perception as well as fellings about physical attributes and characteristics, appearance, and performance. It is formed out of every experience you have ever had and all of the people around you - parents, role models, the media, and peers who give you an idea of what it is like to value your body. Body image is dynamic because it is constantly changing as new perceptions and experience are encountered in life. It is a target, or screen, on which the person projects significant personal feelings, anxieties, and values.

Culture and social experience influence body image. Western cultures, influenced by the media, value beauty, health, and youth. Other cultures value weight, or old age. As one’s body image developes, extensions of the body become important. Clothes become identified closely with the body, and in the same way toys, tools, money, and possessions serve as extensions of the body. Body image, appearance, and positive self-concept are related.

Nursing assessment of the individual body image begins with an understanding of some components, they are:

a. Actual, Measurable State: individual’s actual, measurable traits or characteristic, including height, weight, age, hair and eye color, muscle strength, body build, and structural components of the body.

b. Perception of Self: physiologic, and psychosocial characteristics. This perception is influenced by the individual’s actual state, the core body image, and any changes the individual perceives as occurring in self.

c. Ideal Self: individual has a picture of what he or she would like to look like. This ideal self is determined by what characteristic or traits the individual sees as important.

d. Perceptions of Family’s and/or Significant Others’ Views: how the individual perceives his family and/or significant others as seeing him or her, which may or may not reflect how they actually do see him or her. When the body image is intact, the views of the family or significant others are closely aligned with the individuals perceptions.

e. Perception of Society’s View: how the culture society views the person. This interaction is similar to the process which occurs with significant others. If the individual holds the same values as the society, society’s expectations are important to that individual and play a great part in how the person sees himself.

Ø Some questions useful in assessing body image:

a. How you see yourself when you look in the mirror or when you picture yourself in your mind.

b. What you believe about your own appearance (including your memories, assumptions, and generalizations).

c. How you feel about your body, including your height, shape, and weight.

d. How you sense and control your body as you move. How you feel in your body, not just about your body.

Body image influences behavior, self esteem, and our psyche. When we feel bad about our body, our satisfaction and mood plummets. If we are constantly trying to push, reshape or remake our bodies, our sense of self becomes unhealthy. We lose confidence in our abilities. It’s not uncommon for people who think poorly of their bodies to have problems in other areas of their lives, including sexuality, careers and relationships.

Body image is not only what you see when you look in the mirror, but also what you feel when you think about your body and how you feel in your body. If you feel ashamed, self-conscious and anxious about your body, then you have a negative body image. If you feel comfortable and confident in your body, you have a positive body image. There are some example negative body image and positive body image.

Negative Body Image

Positive body image

A distorted perception of your shape

you perceive parts of your body unlike

they really are.

A clear, true perception of your shape

you see the various parts of your body as they really are.

You are convinced that only other

people are attractive and that your body

size or shape is a sign of personal failure.

You celebrate and appreciate your

natural body shape and you understand

that a person’s physical appearance says very little about their character and

value as a person.

You feel ashamed, self-conscious, and

anxious about your body.

You feel proud and accepting of your

unique body and refuse to spend an

unreasonable amount of time worrying

about food, weight, and calories.

You feel uncomfortable and awkward in your body.

You feel comfortable and confident in

your body.

Studies indicate that the more a person accepts and likes his or her own body, the more secure and free from anxiety he or she feels. It also has been shown that people who accept their bodies are more likely to have high self-esteem than people who dislike their bodies.

How To Develop Positive Body Image

People with negative body image have a greater likelihood more likely to feelings of depression, isolation, low self-esteem, and obsessions with weight loss. We all may have our days when we feel awkward or uncomfortable in our bodies, but the key to developing positive body image is to recognize and respect our natural shape and learn to overpower. Some guidelines that can help you work toward a positive body image (Adapted from BodyLove: Learning to Like Our Looks and Ourselves, Rita Freeman, Ph.D.):

1. Listen to your body. Eat when you are hungry.

2. Be realistic about the size you are likely to be based on your genetic and environmental history.

3. Exercise regularly in an enjoyable way, regardless of size.

4. Expect normal weekly and monthly changes in weight and shape.

5. Work towards self acceptance and self forgiveness- be gentle with yourself.

6. Ask for support and encouragement from friends and family when life is stressful.

7. Decide how you wish to spend your energy -- pursuing the "perfect body image" or enjoying family, friends, school and, most importantly, life.

We must have attention, appreciation, and acceptance. Attention refers to listening for and responding to internal cues, example: hunger, satiety, and fatigue. Appreciation refers to appreciating the pleasures your body can provide. Acceptance refers to accepting what is instead of longing for what is not.

III. Conclusion

In my conclusion, body image refers to a person’s mental picture of and attitudes about his or her body. It includes physical attributes and characteristics, appearance, and performance. It is formed out of every experience you have ever had and all of the people around you . Body image influences behavior, self esteem, and our psyche. Body image can positive and negative. Therefore, we must attention, appreciation, and acceptance our body image to develop positive body image.

IV. References

Brill, E.L. & Kilts, D.F. (1998). Foundation of nursing. New York: Applenton Century Crofts.

Craven, R.F., and Hirnle, C.J. (2007). Fundamental of nursing: Human health and function. Fifth edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Kozier, B., Erb, Berman, AJ. & Snyder. (2004). Fundamental of nursing: Concepts, process, and practice. Seventh Edition. New Jersey : Pearson Education. Inc.

Lightstone, Judy. Body image. http://parentingteens.about.com/cs/bodyimage/a/bodyimage.htm diunduh pada 05 Februari 2010.

Lightstone, Judy. Body image. http://www.psychotherapist.org/Index_archives_bodyimage.htm diunduh pada 05 Februari 2010.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and practice. Sixth Edition. St. Louis : Mosby.

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005) Principles and practice of psychiatric nursing. 8thed. St.Louis: Mosby Year Book.